Sabtu, 09 Oktober 2021

Sedih Membawa Kebagiaan

 


Erdiwar

Setiap manusia yang hidup di dunia ini tidak ada yang sama kehidupannya, ada yang diberikan oleh Allah SWT kelebihan. Dari semenjak kecil kehidupan selalu dalam serba berkecukupan, apapun yang diinginkan akan terpebuhi setiap saat. Namun sebaliknya ada sebagian orang kehidupannya penuh dengan kekurangan, walaupun demikian tidak pernah mengeluh atas kekurangan tersebut. Tapi kekurangan itu akan menjadikan seseorang  lebih dewasa dalam berpikir dan termotivasi untuk merubah kehidupan yang lebih layak.

            Saya dilahirkan dari keluarga yang tidak punya apa-apa penuh dengan kekurangan, ayah seorang tukang bangunan sedang ibu merupakan ibu rumah tangga. Sewaktu kami kecil ayah dan ibu membanting tulang untuk menghidupi keluarga. Kadang-kadang ayah pergi merantau ke daerah lain untuk mencari pekerjaan, kami ditinggalkan di kampung penuh dengan kekurangan. Ibu berusaha menggantikan ayah mencari nafkah bila belum ada kiriman uang dari ayah.

Saya sebagai anak yang tertua dan  menjadi tulang punggung keluarga harus mencari jalan keluarnya untuk membantu ibu, malahan adik-adik yang masih kecil ikut mencari uang untuk diri sendiri. Kami dalam keluarga selalu akur dan tidak pernah bertengkar, bila satu orang punya makanan yang lain akan membagikannya. Karena kehidupan yang begitu sulit adik-adik hampir semuanya putus sekolah. Kami dalam keluarga lima bersaudara, tiga laki-laki dan dua perempuan. Kedua adik perempuan hanya bisa menamatkan Sekolah Dasar (SD), dan satu adik laki-laki harus puas menimba ilmu ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

            Pada saat saya masih menduduki bangku SMA apapun pekerjaan saya kerjakan untuk bisa memenuhi keperluan sendiri. Supaya tidak memberatkan tanggungan orang tua, sepulang sekolah kalau ayah ada pekerja di kampung saya membantunya. Saat malam hari kalau ada orang yang mengundang untuk mengaji di rumah orang meninggal saya penuhi undangan  tersebut. Walaupun besok pagi harus pergi sekolah dengan keadaan  masih mengantuk, karena pulang dari mengaji  berhenti sebelum  subuh.

            Setelah tamat  SMA saya tidak bisa melanjutkan kuliah karena tidak punya biaya. Kedua orang tua sangat sedih melihat saya tidak bisa melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Mereka tahu bahwa saya punya segudang prestasi dan yakin seandainya bisa melanjutkan pendidikan pasti akan berhasil, tapi apalah daya kehidupan pada saat itu tidak menjanjikan. Saya sebagai seorang anak harus berbesar hati, tahu diri siapa, dan bagaimana kehidupan keluarga. Pada saat tidak melanjutkan pendidikan saya bekerja membantu ayah bekerja, dalam pikiran saya terus berpikir tahun depan akan melanjutkan kuliah. Saya bertekat apapun yang terjadi nanti harus tetap kuliah, karena pendidikan adalah salah satu untuk bisa merubah keadaan, menggangkat derajat, dan martabat keluarga.

            Kemudian tahun depannya saya minta izin kepada ayah dan ibu untuk melanjutkan pendidikan, alhamdulillah ayah dan ibu mengizinkan namun mereka sangat sedih  tidak bisa memberikan apa-apa. Mereka berdua hanya bisa berdo’a semoga apa yang saya cita-citakan tercapai hendaknya. Berkat bantuan teman saya didaftarkan  keperguruan tinggi, sehingga saya mempunyai  kesempatan untuk menjadi calon mahasiswa dan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Berselang beberapa minggu  di media masa diumumkan siapa saja yang mempunyai kesempatan untuk  bisa kuliah di perguruan tinggi. Alhamdulillah saya dinyatakan lulus disalah satu perguruan tinggi negeri dengan Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Hati saya menjadi gundah tidak karuan sebab bagaimana caranya bisa melanjutkan kuliah sedangkan tidak punya uang  untuk mendaftar ulang dan membayar SPP.

Pada saat itu saya mengambil kesimpulan untuk pulang ke kampung untuk memberitahukan kepada kedua orang tua bahwa diterima disalah satu perguruan tinggi. Sampai di kampung saya memberitahukan kepada kedua tua tentang kelulusan tersebut, tapi kedua orang tua mengatakan bagaimana kamu bisa kuliah sedangkan kita tidak punya uang untuk membayar uang pendaftaran ulang, SPP, dan  keperluan lainnya  Saya mengatakan yang penting ayah dan ibu mengizin untuk bisa melanjutkan kuliah.

Adik-adik ibu yaitu  .paman  saya mengatakan coba dipikirkan lagi adik-adik kamu masih kecil  kita orang miskin bukan orang kaya. Berbagai alasan  paman membujuk supaya jangan sampai  kuliah,, namun tekad saya untuk melanjutkan  kuliah sangat kuat apapun yang terjadi. Saat kuliah saya bekerja sebagai kuli bangunan pada saat tidak ada kuliah, dan di malam hari saya terima tawaran untuk mengajar anak-anak di salah satu komplek perumahan TNI. Pekerjaan ini saya lakukan untuk bisa bertahan hidup yang penting bisa makan dan dapat membayar uang kuliah. Selama lima tahun pekerjaan ini saya geluti dan alhamdulillah akhirnya saya bisa menyelesaikan pendidikan di tahap akhir.  Setelah perjuangan yang panjang akhirnya  bisa juga  mendapatkan gelar sarjana. Ayah dan ibu ikut menyaksikan wisuda  saya,  hari itu merupakan kebahagia tiada tara  yang selama ini ditunggu-tunggu. Mereka bangga atas prestasi dan kegigihan selama lima tahun dalam menjalani kehidupan tanpa menyusahkan orang lain.

            Setelah selesai kuliah saya memutuskan  untuk tinggal diperantauan karena masih terikat dengan pekerjaan sebagai tenaga pengajar disalah satu sekolah. Selama menjadi tenaga pengajara  saya banyak sekali diberi ilmu pengetahuan oleh Kepala Sekolah dan teman guru lainnya. Kesempatan itu tidak pernah saya sia-siakan selama masih bisa berbuat  dan  bekerja dengan ikhlas. Selama tiga tahun menjadi tenaga pengajar honorer sangat banyak pelajaran dan kenangan yang saya dapatkan dan dirasakan. Tanpa sedikitpun terasa lelah dan berkeluh kesah, semangat tak pernah padam untuk selalu belajar demi masa depan.  Hari terus berlalu bulan berganti tahun tiba saat penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) saya mengambil kesempatan itu untuk mengikuti  test tersebut  dengan formasi di daerah sendiri. Dengan izin Allah SWT dan do’a kedua orang saya dinyatakan lulus Calon Pegawai Negeri Sipil.

            Perjuangan selama ini terobati walaupun penuh dengan onak duri mengharungi bahtera kehidupan penuh dengan badai tanpa henti. Sewaktu  saya kuliah  orang-orang kampung  berkata untuk apa kuliah yang menjadi presiden sudah ada orangnya, bupati juga sudah ada orang lain dan banyak lagi sindiran pedas yang mereka lontarkan. Pada saat sudah berhasil semua orang memuji atas keberhasilan, malahan yang sangat menyakitkan ada yang berkata kalau berhasil saya kuliah  potong jari telunjuk saya kata mereka. Namun saya tidak pernah merasa dendam terhadap apa yang mereka katakana dan tidak pernah berpikiran  jelek terhadapap mereka, saya tetap berpikir positif thingking saja. Saya tidak hanya puas sampai sarjana saja melanjutkan studi tapi saya bertekad untuk melanjukkan studi  kejenjang lebih tinggi yaitu  magister dan alhamdulillah terwujud adanya Kehidupan manusia tidak ada yang sangka dan tidak bisa diprediksi oleh orang lain, karena sudah ada yang mengaturnya yaitu Allah SWT. Inilah yang dikatakan sensara membawa nikmar, sedih membawa kebahagiaan.***

Profil Penulis.

Erdiwar, S.Ag.,M.Pd  dilahirkan di Suaq Hulu pada tanggal 30 Mei 1972, bekerja di Madrasah, dan sekarang diberi amanah  sementara menjadi Kepala Madrasah. Penulis enam buku antologi. Bisa sapa di FB Erdi war, Wattpad, dan Email: erdiwaredi@yahoo.co.id.


0 komentar:

Posting Komentar