Erdiwar
Setiap manusia yang hidup di dunia ini
tidak ada yang sama kehidupannya, ada yang diberikan oleh Allah SWT kelebihan.
Dari semenjak kecil kehidupan selalu dalam serba berkecukupan, apapun yang
diinginkan akan terpebuhi setiap saat. Namun sebaliknya ada sebagian orang
kehidupannya penuh dengan kekurangan, walaupun demikian tidak pernah mengeluh
atas kekurangan tersebut. Tapi kekurangan itu akan menjadikan seseorang lebih dewasa dalam berpikir dan termotivasi
untuk merubah kehidupan yang lebih layak.
Saya dilahirkan dari keluarga yang
tidak punya apa-apa penuh dengan kekurangan, ayah seorang tukang bangunan
sedang ibu merupakan ibu rumah tangga. Sewaktu kami kecil ayah dan ibu
membanting tulang untuk menghidupi keluarga. Kadang-kadang ayah pergi merantau
ke daerah lain untuk mencari pekerjaan, kami ditinggalkan di kampung penuh
dengan kekurangan. Ibu berusaha menggantikan ayah mencari nafkah bila belum ada
kiriman uang dari ayah.
Saya sebagai anak yang tertua dan menjadi tulang punggung keluarga harus mencari
jalan keluarnya untuk membantu ibu, malahan adik-adik yang masih kecil ikut
mencari uang untuk diri sendiri. Kami dalam keluarga selalu akur dan tidak
pernah bertengkar, bila satu orang punya makanan yang lain akan membagikannya.
Karena kehidupan yang begitu sulit adik-adik hampir semuanya putus sekolah.
Kami dalam keluarga lima bersaudara, tiga laki-laki dan dua perempuan. Kedua
adik perempuan hanya bisa menamatkan Sekolah Dasar (SD), dan satu adik
laki-laki harus puas menimba ilmu ditingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Pada saat saya masih menduduki
bangku SMA apapun pekerjaan saya kerjakan untuk bisa memenuhi keperluan
sendiri. Supaya tidak memberatkan tanggungan orang tua, sepulang sekolah kalau
ayah ada pekerja di kampung saya membantunya. Saat malam hari kalau ada orang
yang mengundang untuk mengaji di rumah orang meninggal saya penuhi undangan tersebut. Walaupun besok pagi harus pergi
sekolah dengan keadaan masih mengantuk,
karena pulang dari mengaji berhenti
sebelum subuh.
Setelah tamat SMA saya tidak bisa melanjutkan kuliah karena
tidak punya biaya. Kedua orang tua sangat sedih melihat saya tidak bisa
melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Mereka tahu bahwa saya
punya segudang prestasi dan yakin seandainya bisa melanjutkan pendidikan pasti
akan berhasil, tapi apalah daya kehidupan pada saat itu tidak menjanjikan. Saya
sebagai seorang anak harus berbesar hati, tahu diri siapa, dan bagaimana
kehidupan keluarga. Pada saat tidak melanjutkan pendidikan saya bekerja
membantu ayah bekerja, dalam pikiran saya terus berpikir tahun depan akan
melanjutkan kuliah. Saya bertekat apapun yang terjadi nanti harus tetap kuliah,
karena pendidikan adalah salah satu untuk bisa merubah keadaan, menggangkat
derajat, dan martabat keluarga.
Kemudian tahun depannya saya minta
izin kepada ayah dan ibu untuk melanjutkan pendidikan, alhamdulillah ayah dan
ibu mengizinkan namun mereka sangat sedih
tidak bisa memberikan apa-apa. Mereka berdua hanya bisa berdo’a semoga
apa yang saya cita-citakan tercapai hendaknya. Berkat bantuan teman saya
didaftarkan keperguruan tinggi, sehingga
saya mempunyai kesempatan untuk menjadi
calon mahasiswa dan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Berselang beberapa
minggu di media masa diumumkan siapa
saja yang mempunyai kesempatan untuk bisa
kuliah di perguruan tinggi. Alhamdulillah saya dinyatakan lulus disalah satu perguruan
tinggi negeri dengan Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Hati saya menjadi gundah
tidak karuan sebab bagaimana caranya bisa melanjutkan kuliah sedangkan tidak
punya uang untuk mendaftar ulang dan
membayar SPP.
Pada saat itu saya mengambil kesimpulan
untuk pulang ke kampung untuk memberitahukan kepada kedua orang tua bahwa
diterima disalah satu perguruan tinggi. Sampai di kampung saya memberitahukan
kepada kedua tua tentang kelulusan tersebut, tapi kedua orang tua mengatakan
bagaimana kamu bisa kuliah sedangkan kita tidak punya uang untuk membayar uang
pendaftaran ulang, SPP, dan keperluan
lainnya Saya mengatakan yang penting
ayah dan ibu mengizin untuk bisa melanjutkan kuliah.
Adik-adik ibu yaitu .paman saya mengatakan coba dipikirkan lagi adik-adik
kamu masih kecil kita orang miskin bukan
orang kaya. Berbagai alasan paman
membujuk supaya jangan sampai kuliah,, namun
tekad saya untuk melanjutkan kuliah sangat
kuat apapun yang terjadi. Saat kuliah saya bekerja sebagai kuli bangunan pada
saat tidak ada kuliah, dan di malam hari saya terima tawaran untuk mengajar
anak-anak di salah satu komplek perumahan TNI. Pekerjaan ini saya lakukan untuk
bisa bertahan hidup yang penting bisa makan dan dapat membayar uang kuliah.
Selama lima tahun pekerjaan ini saya geluti dan alhamdulillah akhirnya saya
bisa menyelesaikan pendidikan di tahap akhir.
Setelah perjuangan yang panjang akhirnya bisa juga mendapatkan gelar sarjana. Ayah dan ibu ikut menyaksikan
wisuda saya, hari itu merupakan kebahagia tiada tara yang selama ini ditunggu-tunggu. Mereka bangga
atas prestasi dan kegigihan selama lima tahun dalam menjalani kehidupan tanpa
menyusahkan orang lain.
Setelah selesai kuliah saya memutuskan
untuk tinggal diperantauan karena masih
terikat dengan pekerjaan sebagai tenaga pengajar disalah satu sekolah. Selama
menjadi tenaga pengajara saya banyak
sekali diberi ilmu pengetahuan oleh Kepala Sekolah dan teman guru lainnya.
Kesempatan itu tidak pernah saya sia-siakan selama masih bisa berbuat dan bekerja dengan ikhlas. Selama tiga tahun
menjadi tenaga pengajar honorer sangat banyak pelajaran dan kenangan yang saya dapatkan
dan dirasakan. Tanpa sedikitpun terasa lelah dan berkeluh kesah, semangat tak
pernah padam untuk selalu belajar demi masa depan. Hari terus berlalu bulan berganti tahun tiba
saat penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) saya mengambil kesempatan itu
untuk mengikuti test tersebut dengan formasi di daerah sendiri. Dengan izin
Allah SWT dan do’a kedua orang saya dinyatakan lulus Calon Pegawai Negeri Sipil.
Perjuangan selama ini terobati
walaupun penuh dengan onak duri mengharungi bahtera kehidupan penuh dengan
badai tanpa henti. Sewaktu saya kuliah orang-orang kampung berkata untuk apa kuliah yang menjadi presiden
sudah ada orangnya, bupati juga sudah ada orang lain dan banyak lagi sindiran
pedas yang mereka lontarkan. Pada saat sudah berhasil semua orang memuji atas
keberhasilan, malahan yang sangat menyakitkan ada yang berkata kalau berhasil saya
kuliah potong jari telunjuk saya kata
mereka. Namun saya tidak pernah merasa dendam terhadap apa yang mereka katakana
dan tidak pernah berpikiran jelek
terhadapap mereka, saya tetap berpikir positif thingking saja. Saya tidak
hanya puas sampai sarjana saja melanjutkan studi tapi saya bertekad untuk
melanjukkan studi kejenjang lebih tinggi
yaitu magister dan alhamdulillah
terwujud adanya Kehidupan manusia tidak ada yang sangka dan tidak bisa
diprediksi oleh orang lain, karena sudah ada yang mengaturnya yaitu Allah SWT.
Inilah yang dikatakan sensara membawa nikmar, sedih membawa kebahagiaan.***
Profil
Penulis.
Erdiwar,
S.Ag.,M.Pd dilahirkan di Suaq Hulu pada
tanggal 30 Mei 1972, bekerja di Madrasah, dan sekarang diberi amanah sementara menjadi Kepala Madrasah. Penulis enam
buku antologi. Bisa sapa di FB Erdi war, Wattpad, dan Email: erdiwaredi@yahoo.co.id.







0 komentar:
Posting Komentar